SUDAH SAATNYA GURU BERINOVASI

SUDAH SAATNYA GURU BERINOVASI

Tanpa terasa, sudah satu bulan lamanya tahun ajaran baru terlaksana. Sementara situasi dan kondisi belum juga pulih dari pandemi. Tentu saja banyak penyesuaian-penyesuaian yang mesti dilakukan agar pembelajaran tetap dilaksanakan. Penyesuaian tersebut tidak hanya dirasakan oleh siswa. Guru pun ikut kelabakan dibuatnya. Belum lagi tuntutan kurikulum yang mesti dipenuhi.

Sekarang ini kita dihadapkan pada situasi new normal, sementara kurikulum yang ditetapkan oleh pemerintah masih pada fase normal. Itu artinya guru memiliki PR baru, yakni melakukan penyesuaian-penyesuaian dalam pembelajaran agar kurikulum normal tetap tercapai. Dibutuhkan kerja keras, strategi yang jitu dan inovasi guru agar pembelajaran yang dilakukan tetap berpedoman pada kurikulum seperti yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

Beberapa bagian dari kurikulum mesti disesuaikan lagi oleh guru mengingat suasana belum pulih dari pandemi. Penyesuaian misalnya terlihat dari proses pembelajaran. Biasanya pembelajaran berlangsung secara konvensional, yaitu tatap muka. Sekarang, pembelajaran dilakukan secara daring (on line) dan luring (off line). Tentu saja model pembelajaran konvesional, luring, dan daring memiliki proses yang berbeda dalam penerapannya. Sementara, tanpa tatap muka pembelajaran tetap harus mengacu pada kurikulum yang ada.

Tidak hanya proses pembelajaran. Metode dan media yang digunakan pun ikut mengalami penyesuaian. Ketika pembelajaran tatap muka, metode diskusi lebih dominan dalam pembelajaran. Sekarang tidak lagi. Pandemi membuat manusia harus menjaga jarak. Saat pemberlakuan aturan belajar dari rumah (BDR), tentu saja metode diskusi tidak lagi cocok untuk diterapkan. Siswa dituntut untuk belajar mandiri di rumah dalam menemukan konsep-konsep tentang materi yang telah diberikan guru. Tentu saja siswa akan lebih akrab dengan teknologi ketimbang berdiskusi dengan teman sendiri. Hal tersebut menjadi tantangan guru berikutnya. Guru diajak untuk beranjak dari zona nyaman agar pembelajaran tanpa tatap muka tetap terasa menggairahkan. Guru dituntut untuk banyak belajar serta berinovasi agar pembelajaran tetap dirindukan siswa meskipun tanpa bertatap muka. Dalam hal ini, mampukan guru menyentuh hati siswa yang dibatasi oleh layar kaca?

Belum cukup sampai di situ. Pertanyaan selanjutnya, bagaimana cara menerapkan pendidikan karakter kepada siswa yang tidak tersentuh? Padahal, pendidikan karakter merupakan tujuan utama yang harus dicapai dalam kurikulum. Itu artinya, jika pendidikan karakter tidak diterapkan, pendidikan akan menjadi sia-sia. Buat apa mencetak generasi bangsa yang memiliki kemampuan yang luas namun miskin dalam etika. Dalam hal ini, guru harus piawai dalam menyelipkan nilai moral dalam pembelajara BDR. Jika tidak, maka suasana pembelajaran tanpa tatap muka akan menjadi percuma.

Pendidikan karakter membuat pendidikan lebih bermartabat. Menanamkan nilai-nilai positif tentu jauh lebih baik ketimbang sekadar memberikan pengetahuan saja. Tanpa melihat siswa, bagaimana caranya melihat jujur tidaknya mereka dalam mengerjakan tugas. Bagaimana guru bisa tahu jika mereka tetap belajar di rumah. Apakah siswa tetap berperilaku baik di rumah. Apakah ibadahnya tetap terjaga. Apakah tugas yang dikirim benar-benar hasil pemikiran sendiri. Apakah orang tua mendampingi siswa belajar di rumah? Wallahualam bissawab. Jangan sampai moda pembelajaran BDR tidak menyentuh hati siswa apalagi sampai membuat mereka lebih percaya google ketimbang percaya dengan gurunya sendiri.

Menurut hemat saya, pandemi mengajak guru dan siswa untuk berinovasi. Pandemi akan menjadi pembuktian diri apakah guru mampu menyesuaikan diri atau tidak. Bisakah guru mencapai tujuan pendidikan sesuai kurikulum yang telah dibebankan kepadanya. Itulah tantangan para guru saat ini. Melalui pembelajaran jarak jauh, bisakah guru membuat strategi pembelajaran yang membangkitkan gairah belajar siswa. Tentu saja semua itu perlu inovasi. Mampukah guru berinovasi dalam menciptakan media pembelajaran yang dapat merangsang siswa untuk berpikir tingkat tinggi (HOTS/ High order of thinking skill). Dengan demikian, dampak yang diharapkan di akhir pembelajaran adalah siswa akan menemukan hal-hal baru selama mereka belajar di rumah.

Selain membuat media pembelajaran, dalam menghidupkan suasana kelas jarak jauh pun nyatanya butuh inovasi. Misalnya dengan membuat pertanyaan-pertanyaan yang membuat mereka berpikir tingkat tinggi. Salah satunya bisa dengan menyelingi pembelajaran dengan game/permainan sehingga kelas terasa lebih hidup. Pada aspek menulis, guru Bahasa Indonesia bisa berinovasi dengan menampilkan cerita yang belum selesai. Masing-masing siswa melanjutkan cerita tersebut sesuai versi mereka. Hal ini tidak hanya menuntut mereka untuk berpikir tingkat tinggi, tetapi juga mengasah keterampilan dalam menulis. Suasana kelas pun terasa lebih semarak.

Inovasi yang tidak kalah penting adalah bagaimana menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan tanpa mengabaikan penanaman moral dan pendidikan karakter siswa. Meski tidak bertatap muka, menciptakan pembelajaran yang menyenangkan menjadi tantangan tersendiri bagi guru. Guru harus piawai menggunakan aplikasi internet sebagai salah satu sumber referensi dalam mengajar. Di sana banyak ditemukan acuan bagaimana caranya agar kelas tidak terasa monoton. Misalnya menampilkan video yang mengundang pertanyaan siswa. Jangan lupa tampilkan penanaman nilai karakter pada video tersebut. Dengan adanya video tersebut, perilaku siswa akan terbentuk tanpa harus memberikan mereka wejangan yang panjang lebar.

Selain pendidikan karakter, ketimpangan lain dalam kurikulum adalah permberlakuan jam tatap muka. Di dalam kurikulum, jam tatap muka biasanya sudah diatur sedemikian rupa. Sekarang guru harus pintar-pintar menyisiasatinya. Meskipun pembelajaran bisa dilakukan kapan saja dan dimana saja, tetap saja alokasi waktu harus diperhitungkan. Dalam hal ini, guru harus bisa memperhitungkan apakah dengan jumlah waktu yang “tidak terbatas” bisa mencapai tujuan pembelajaran. Lagi-lagi guru harus berinovasi agar waktu yang “bebas” digunakan tidak terbuang begitu saja.

Terakhir, materi esensialpun mesti dikemas sebaik-baiknya agar siswa tidak kehilangan nutrisi untuk otak. Di sini, inovasi dibutuhkan kembali. Dengan materi yang singkat, padat dan jelas siswa diharapkan mampu memahami materi yang diberikan. Sementara, pada tahap evaluasi, skor nilai tidak lagi menjadi tolak ukur utama atas keberhasilan belajar siswa. Hal ini mengingat perbedaan situasi dan kondisi siswa dalam melalui proses pembelajaran di era pandemi.

Pandemi telah mengantarkan dunia pendidikan dengan beragam dilema. Dengan segala keterbatasan yang ada, pendidikan mesti tetap terlaksana. Guru dipacu untuk mencari terobosan baru agar kegiatan pembelajaran tidak membosankan. Materi diberikan dengan senyaman-nyamannya agar siswa tidak merasa tertekan. Kurikulum tetap dijalankan meski kendala terjadi dimana-mana. Strategi pembelajaran mesti dirancang sedemikian rupa agar proses pembelajaran tetap memberikan hal yang bermakna bagi siswa. Dengan adanya inovasi, diharapkan fungsi guru tidak diambil alih oleh teknologi.

Sudah saatnya guru berinovasi. Jangan sampai menyerah dengan realita yang ada. Banyak hal yang bisa dilakukan agar pembelajaran tetap menarik meski tidak bertatap muka. Semangat belajar siswa mesti dijaga walau mereka belajar “di rumah aja”. Kurikulum tetap menjadi acuan dalam pembelajaran meskipun pada beberapa bagian mengalami penyesuaian. Semoga pembelajaran di tengah pandemi tetap menyuguhkan hal yang bermakna bagi siswa.

 

Profil Penulis

Saya, Yulfia Afaz sebenarnya sudah menjadikan menulis sebagai hobi sejak bangku SMA. Hanya saja, hobi tersebut belum sepenuh hati saya lakoni. Tahun 2019, saya menerbitkan buku solo yang berjudul “Racun dari Istri” (Kumpulan cerpen). Kemudian awal tahun 2020, saya mengenal kelas KMA yang diampu oleh master Eka. Sejak saat itu, kemauan menulis saya semakin menggila. Sekarang saya sudah memiliki berapa buku solo. Kelas Menulis Antalogi (KMA) pun ikut meramaikan koleksi buku antalogi yang saya punya.