Strategi Memahami Kurikulum dengan Perspektif ZAIS

Strategi Memahami Kurikulum dengan Perspektif ZAIS

Apa itu Kurikulum?

Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan. Menurut undang-undang No. 20 Tahun 2003 dalam penyusunan tujuan kurikulum setiap satuan pendidikan mempunyai kewenangan menentukan arah tujuan satuan pendidikannya yang dapat disesuaikan dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik.

Penerapan kurikulum dengan optimal memberikan harapan yang sangat tinggi terhadap perbaikan mutu pendidikan di Indonesia. Pendidik sebagai pelaksana kurikulum di lapangan menjadi ujung tombak terhadap keberhasilan pencapaian tujuan kurikulum. Sebaik apapun kurikulum kalau pelaksanaannya tidak sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas pendidikan yang ditetapkan tidak akan tercapai dan sebaliknya walaupun kurikulum tidak modern, tidak sempurna, tetapi pelaksanaannya dilakukan dengan baik, maka hasilnya akan baik (Prayitno, 2009). Kurikulum pada dasarnya berupa rencana dan acuan bagi pendidik untuk melaksanakan pendidikan bagi peserta didiknya. Ini mensyaratkan adanya kreativitas yang tinggi dari para pendidik untuk merancang, mengembangkan, dan mengimplementasikan kurikulum di sekolah/madrasah. Kreativitas ini tidak hanya sebatas kemauan atau keinginan untuk mengembangkan kurikulum, tetapi perlu diiringi oleh kemampuan otak, hati, mata, tangan, dan kaki pendidik dalam mengembangkan proses pembelajaran yang berkualitas (Prayitno, 2009). Oleh karena itu, penting bagi pendidik memahami sebuah kurikulum yang akan diimplementasikannya.

 

Bagaimana Cara Memahami Kurikulum?

            Kurikulum pendidikan merupakan vitalitas penentu kemajuan sebuah negara. Kurikulum pendidikan menjadi alat picu terhadap kualitas sebuah negara. Dapat kita lihat beberapa negara, menjadi pusat perhatian untuk menimba pengetahuan di negaranya. Beberapa universitas ternama menjadi ajang untuk belajar, seperti Jepang, Inggris, Australia, Cina, dan beberapa negara maju lainnya. Kita bisa melihat,  bagaimana kurikulum didisain, dan  diimplementasikan di sekolah-sekolah. Maka tidak terbantahkan untuk melihat kemajuan sebuah negara, maka lihatlah bagaimana kurikulum pendidikannya di desain dan diimplementasikan.       

            Sebagai pendidik hal yang harus dipahami dan dimaknai adalah mengenal kurikulum yang diimplementasikannya dengan baik. Menggali apa dan bagaimana sebuah kurikulum tersebut adalah hal yang wajib. Mengenal dan memaknai bagaimana kurikulum tersebut dibuat, apa tujuannya, apa landasan psikologisnya, dan apa tujuan yang ingin dicapai oleh negara. Jika hal itu dilakukan, maka makna dari sebuah kurikulum akan dapat dipahami dengan baik dan tentunya akan sempurna mengimplementasikannya kepada peserta didik.

Hakikatnya, kurikulum telah didesain dengan paripurna. Kita tahu bahwa kurikulum ini dirancang secara sentralisasi dan diimplementasikan oleh setiap unit sekolah/madrasah. Seperti yang dikemukakan oleh Sukmadinata (2006) ada beberapa prinsip yang perlu dikembangkan dalam pengembangan kurikulum, yaitu (1) prinsip relevansi, (2) prinsip fleksibilitas, (3) prinsip kontinuitas, (4) prinsip praktis, dan (5) prinsip efektifitas. Terkait dengan relevansi, ada dua bentuk relevansi, pertama relevansi internal kurikulum. Relevansi internal kurikulum diharapkan adanya keterkaitan antara tujuan, substansi, proses, dan evaluasi. Dan relevansi kedua adalah sesuai dengan tuntutan, kebutuhan, dan perkembanan masyarakat. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Zais (1976) bahwa relevansi aims, kontens, proses, dan evaluasi perlu sejalan.

            Mari kita pahami sebuah kurikulum dengan berorientasi pada perspektif Zais. Pandangan Zais (1976) tentang kurikulum sangat operasional. Kurikulum menurut Zais (1976) diistilah dengan anatomi kurikulum, yaitu: (1) tujuan (aims, goal, objective); (2) isi materi/mata pelajaran (content); (3) Organisasi; (4) evaluation. Empat komponen ini akan jadi dasar utama padapembahasan ini untuk memahami kurikulum dengan sempurna.

Berikut, pandangan zais tentang kurikulum.

1. Tujuan

            Tujuan pembelajaran merupakan keadaan yang akan diwujudkan pada peserta setelah selesai melewati suatu tahapan pendidikan. Tujuan pendidikan dibedakan menjadi tiga tingkatan (Zais, 1976) yaitu aim, goal dan objective. Aim merupakan tujuan yang paling umum yang tidak berkaitan langsung dengan proses pembelajaran. Goal merupakan penjabaran lebih lanjut dari aim, yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai oleh suatu lembaga pendidikan. Sedangkan objective, merupakan tujuan mata pelajaran dalam sebuah kurikulum.

Pada pendidikan berbasis kompetensi, tujuan pendidikan adalah kompetensi yang harus dimiliki oleh peserta didik setelah melalui suatu tahapan pembelajaran. Kompetensi tersebut dapat berbentuk pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill),  dan sikap (afektif). Banyak  variasi   definisi tentang kompetensi, tetapi semuanya mengandung   persamaan makna yaitu ability to do or perform something well. Parnell (1978): dalam Ansyar (2007),  mengartikan  kompetensi sebagai suatu “demonstrated ability to apply knowledge, understanding, or skills assumed to contribute to success in life.” Kompetensi  terkait dengan kemampuan seseorang untuk mengaplikasikan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang  telah terintegrasi sedemikian rupa sehinggga dengan itu ia mampu fungsional dan melakukan pekerjaan sesuai peran atau  fungsinya di masyarakat.

 

2. Komponen Isi (Content)

Tyler (1949) menyatakan konten dalam pertanyaan yang kedua “pengalaman belajar apa yang disediakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan”. Selanjutnya Tyler (1949) sebenarnya tidak secara nyata mengatakan tentang konten tetapi secara tersirat ia mengatakan bahwa untuk learning experiencememerlukan sarana yaitu konten. Selanjutnya Ornstein (1975)  mengemukakanbahwa pengalaman belajar tidak sama dengan konten. Konten memuat tentang materi dan aktivitas yang harus dilakukan oleh guru, sementara learning experience merupakan interaksi antara peserta didik dengan kondisi di luar dirinya. Pertanyaan Tylerdan Ornstein ini mengacu kepada sarana yang digunakan oleh peserta didik untuk mencapai tujuan. Tentunya sarana yang dimaksud adalah isi pembelajaran atau konten yang akan dibelajarkan kepada peserta didik. Dapat dikatakan juga, konten disini bisa dimaksudkan mata pelajaran dan bahan ajar yang akan dipelajari oleh peserta didik.

Konten merupakan bagian yang sangat penting dalam kurikulum. Dalam menentukan konten kurikulum perlu memperhatikan kriteria-kriteria dalam mengorganisasikannya. Zais (1976) mengemukakan empat kriteria penting yang harus diperhatikan dalam pemilihan isi kurikulum, yaitu: (1) signifikan (significance); (2) kegunaan (utility); (3) menarik perhatian (interest); (4) pengembangan kemanusiaan (human development).Kompleksitas keempat kriteria itu dalam kurikulum akan membentuk kurikulum yang bermakna dalam kehidupan peserta didik.

                       

3. Organisasi

Tyler (1949) menyatakan pengorganisasia kurikulum melalui pertanyaan “How can these educational experiences be effectively organize?” jawaban pertanyaannya Tyler ini adalah sehubungan dengan metodologi dalam implementasi kurikulum. Dengan pengorganisasian ini akan mengacu kepada bagaimana upaya yang dilakukan dalam mencapai tujuan dan bagaimana konten dapat dijadikan pengalaman belajar dan menjadikannya sebagai kompetensi yang dimiliki peserta didik.

Ansyar (1988) mengemukakan bahwa mengorganisasikan kurikulum mencakup urutan, aturan, dan integrasi kegiatan-kegiatan belajar sedemikian rupa guna pencapaian tujuan-tujuan. Kurikulum akan dikaji berdasarkan urutan, aturan, dan keintegrasiannya.

  1. Urutan

Urutan adalah rangkaian materi, konten atau kegiatan belajar yang dipresentasikan kepada peserta didik (Anyar, 1988). Dalam pembelajaran, urutan rangkaian rangkaian materi dan konten juga telah ada dalam kurikulum yang telah dibuat secara sentralistik tersebut. Akan tetapi, dalam pelaksanaan pembelajaran, para pendidik dapat menentukan sendiri rangkaian materi dan kegiatan belajar. Hal ini dilakukan untuk penyesuaian dengan situasi kelas yang ada pada saat itu.Seperti yang dikemukakan Ansyar (1988: 126) pengajar merupakan orang yang paling tahu siapa yang mereka didik dan latih, karena itulah pendidik berhak menambah, mengurangi, atau merubah apa yang mereka sampaikan kepada peserta didiknya.

b. Aturan

Aturan penetapan waktu. Pengorganisasian kurikulum diharapkan dapat menjadikan pengalaman belajar menjadi sebuah kompetensi bagi peserta didik.

c. Keintegrasian antar mata pelajaran

Zais (1976) menyatakan bahwa organisasi terkait dengan hubungan horizontal dan vertikal antarkonten atau antar mata pelajaran. Pengorganisasian konten dalam kurikulum merupakan elemen kurikulum yang tidak kalah pentingnya dalam kurikulum. Pengorganisasian kurikulum secara sederhana dapat diartikan sebagai penyusunan dan pengintegrasian semua materi dan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien. Sejalan dengan hal tersebut Tyler (1949) menyebutkan bahwa untuk menghasilkan efek kumulatif dari berbagai pengalaman belajar, perlu diorganisir sehingga saling memperkuat satu sama lain.

 

4. Evaluasi

Evaluasi merupakan komponen yang mampu menemukan nilai dan arti keberhasilan dalam implementasi kurikulum. Dengan adanya evaluasi menjadi dasar dalam mengambil keputusan terhadap kurikulum yang telah diimplementasikan, apakah ada komponen yang mau diubah, dihilangkan, atau ditambahkan.

Proses pengevaluasian dapat dilakukan secara bersama oleh beberapa pihak (Taba dalam Ornstein, 1988). Proses kerja sama akan menghasilkan hasil evaluasi secara konprehensif. Selanjutnya Taba menyatakan proses evaluasi melibatkan empat komponen, yaitu tim penilai, guru, komite, dan konsultan. Tim penilai adalah orang yang bertugas dan merancang dan mengumpulkan data sebagai badan dalam pengambil kebijakan dalam pengambilan keputusan oleh pejabat sentral. Guru, adalah tenaga profesional yang paling nyata dalam memikul perananpada satu evaluasi. Komite, yaitu perwakilan dari masyarakat, kaum awam. Orang yang peduli dengan pendidikan, pengelola, guru, tergantung pada peraturan sekolah dan level kurikulum. Konsultan, adalah tenaga ahli yang diambil dari luar untuk mengonsep pendekatan evaluasi dan mengkoordinasikan evaluasi.

            Memahami Kurikulum dengan baik, akan membantu dalam pencapaian tujuan utama dari kurikulum yang ditetapkan. Maka, memahami tujuan, konten, organisasi, serta evaluasi adalah menjadi sesuatu yang wajib dilakukan oleh pendidik.

 

Daftar Rujukan

 

Ansyar, Mohammad.1989. Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan. Jakarta.

Ansyar, Mohammad dan H. Nurtain. 1992. Pengembangan dan Inovasi Kurikulum. Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 2003. Kurikulum Nasional Program Studi Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan Tahun 2003.

Ornstein, A.C. & Hunkins, F.P. 1988. Curriculum: Principles, Foundations and Issues.   Englewood Cliffs, N.J.: Prentice Hall.

Prayitno. 2009. Dasar Teori dan Praksis Pendidikan. Jakarta: Gramedia

Politeknik Kesehatan Padang. 2006. Buku Panduan Pendidikan Politeknik Kesehatan Padang Tahun Akademik 2006/2007.

Sukmadinata. 2006. Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktik. Bandung: Rosda Karya.

Tyler, Ralph W.1949. Basic Principles of Curriculum and Instruction. The University of Chicago Press. Chicago.

Zais, R.S. 1976. Curriculum:  Principles, Foundations. New York: Harper & Row Publishers.