SEKOLAH BERORIENTASI WELL BEING

SEKOLAH BERORIENTASI WELL BEING

Dr. Khurnia Eva Nilasari, M.Pd.
Widyaiswara Ahli Madya BDK Padang

Pengantar
Sekolah merupakan tempat berkumpulnya siswa, tempat terjadinya interaksi yang memberlakukan norma sosial, norma budaya, dan norma-norma lainnya. Proses interaksi yang dilakukan diharapkan siswa mampu mengeksplorasi keinginannya, tujuannya sesuai dengan peran sosialnya. Sekolahlah sebagai lingkungan keseharian siswa yang akan membentuk siswa seutuhnya sesuai dengan tujuan pendidikan yang dicanangkan oleh pemerintah.
Pembentukan siswa sesuai dengan tujuan Pendidikan nasional adalah siswa memiliki kompilasi yang kompleks antara karakter yang baik, pengetahuan yang optimal dan keterampilan yang maksimal. Untuk membentuk karakter, memperoleh pengetahuan, dan memiliki keterampilan yang terintegrasi maka ketiga ranah tersebut dicapai melalui proses yang tersistem dan berkelanjutan yang telah diatur oleh kurikulum. Hal ini ditunjukkan dengan adanya standar kompetensi yang akan dicapai siswa mulai dengan adanya Standal Kompetensi Lulusan (SKL) sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Pencapaiam ketiga SKL tersebut adalah untuk mencapai Tujuan Pendidikan Nasional yang termaktub dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 yang berbunyi bahwa Tujuan Pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003). Ternyatakan dengan jelas bahwa dari tujuan Pendidikan nasional di atas adalah membentuk siswa yang kompeten secara holistik dari segi pengetahuan, keterampilan, dan sikap/karakter yang dimilikinya.
    Selain itu, UUD 1945 Pasal 28 C ayat 1 menyatakan bahwa  Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. Kata kunci dari Pasal ini adalah bahwa Pendidikan yang diperoleh oleh siswa bermanfaat bagi kehidupannya dan dapat mensejahterakan hidupnya.
Sekolah memiliki peranan penting bagi pencapaian tujuan Pendidikan nasional ini. Sekolah memiliki tanggung jawab untuk menyiapkan siswa memiliki kerampilan yang mampu menyiapkannya hidup di masyarakat sebagai warga negara yang bermanfaat bagi dirinya dan lingkungannya.  Maka, sekolah perlu memperhatikan program-program Pendidikan yang memberikan manfaat bagi dirinya. Program pendidikan yang bermanfaat yang dapat mensejahterakan siswa adalah Pendidikan yang membahagiakan. Untuk memperoleh pendidikan yang bermanfaat bagi siswa, School Well Being adalah salah satu solusinya. Untuk itu, Indonesia perlu membangun School Well Being secara efektif. Paparan ini akan menjelaskan bagaimana Tujuan Pendidikan Nasional dapat diterapkan dalam School Well Being  berdasarkan beberapa teori.


Hakikat School well Being
    School dalam Bahasa Indonesia adalah sekolah. Berdasarkan kamus Bahasa Indonesia, kata sekolah memiliki arti 1  bangunan atau lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat menerima dan memberi pelajaran (menurut tingkatannya, ada) -- dasar, -- lanjutan; 2 waktu atau pertemuan Ketika murid diberi pelajaran; 3 usaha menuntut kepandaian (ilmu pengetahuan); pelajaran.  Dapat dipahami bahwa interaksi sosial di sekolah. Pendapat yang sama tentang sekolah adalah suatu organisasi keseluruhan terdiri atas interaksi pribadi terkait bersama dalam suatu hubungan organic. Sekolah juga merupakan lingkungan kedua tempat anak-anak berlatih dan menumbuhkan kepribadiannya.(Arbi dalam Pidarta, 1997).
Memahami dari arti kata sekolah, menjelaskan sekolah adalah tempat pertemuan, tempat interaksi untuk mendapatkan ilmu pengetahuan, keterampilan, dan menumbuhkan kepribadian bagi siswa. Sekolah adalah lembaga yang teramat penting dalam membangun manusia yang memiliki keyakinan terhadap hidupnya, memiliki keyakinan terhadap kebermanfaatan dirinya bagi lingkungannya.
    WHO mengemukakan tentang kesehatan, kebahagian, dan kesejahteraan sosial merupakan well being dari setiap individu. Bagir seperti yang dikutip oleh Syam (2008) bahwa kesejahteraan, kebahagiaan, dan kepuasan diri dalam pemenuhan hal-hal penting dalam hidup merupakan well being. Demikian juga Well Being menurut Krzypiec (2016) merupakan studi kesejahteraan siswa dalam menerima pembelajaran di sekolah. Dalam hal ini kesejahteraan siswa meliputi Kesehatan, Kesehatan mental atau kebahagiaan. Krzypiec menjelaskan bahwa well being memiliki arti bahwa siswa dalam pembelajaran memiliki Kesehatan dan kebahagiaan bukan tekanan. Maka pembelajaran yang diterima siswa atau yang dilaksanakan oleh siswa adalah pembelajaran yang membuatnya Bahagia.
Pendapat yang sama tentang well being dikemukakan oleh Allardt (dalam Konu & Rimpela, 2002). Allardt mendefenisikan well being adalah keadaan yang menunjukkan bahwa seseorang yang dimungkinkan dapat memenuhi kebutuhan dasarnya. Yang merupakan kebutuhan dasar tersebut terdiri atas tiga  komponen yang meliputi having, loving, dan being. Having merupakan kondisi material  dan kebutuhan impersonal dalam perspektif yang luas, termasuk didalamnya kondisi Kesehatan seseorang. Loving merupakan kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain dan membentuk identitas dirinya dalam lingkungan sosial. Being merupakan kebutuhan atas pertumbuhan diri, seperti integritas atau keyakinan diri dalam menginternalisasikan dirinya dengan kehidupan masyarakat dan alam.


Menerapkan School Well Being
    Konu dan Rimpela (2002) mengembangkan konsep School Well Being indikator-indikator dari well being dikemukakan oleh Allardt. Seperti yang dikemukakan sebelumnya indikator well being adalah having, loving, dan being. Berikut adalah terapan well being agar tercapai School Well Being.


Having (Kondisi Sekolah)
Konu & Rimpela (2002) membagi kondisi sekolah dalam School Well Being terdiri atas 3 komponen, yaitu lingkungan fisik, mata pelajaran dan jadwal, hukuman, dan pelayanan sekolah.  (1) Lingkungan fisik berupa lingkungan sekolah di luar kelas (lingkungan di dalam dan di sekitar  sekolah) dan lingkungan dalam ruangan kelas. Di luar kelas berupa kenyamanan, kesejukan, keasrian, bangunan sekolah yang enak di pandang mata. Lingkungan dalam ruangan kelas seperti ventilasi ruangan kelas, kecukupan dan keleluasan. (2) mata pelajaran dan jadwal perlu disusun dengan tidak terlalu padat sehingga siswa merasa nyaman dalam mengikuti dan melaksanakan pembelajaran. (3) hukuman. Sebelum hukuman ditetapkan sekolah perlu menetapkan aturan yang jelas tentang hal-hal yang harus dilakukan siswa dan konsekuensi pelanggrannya dan ini juga perlu disosialisasikan kepada siswa dan orang tua siswa. Hukuman juga sebaiknya dilakukan dengan tidak merendahkan harga diri siswa, sebaiknya hukuman yang diberikan berupa hukuman positif yang berdampak baik bagi kepribadain siswa. (4) Pelayanan sekolah. Pelayanan sekolah dalam school well being adalah pelayanan yang melayani kebutuhan siswa dalam melakukan aktivitas pembelajaran dan aktivitas di luar pembelajaran. Sepeeti keterseduiaan buku yang mudah diperoleh, ketersediaan sarana prasarana sekolah yang mencukupi.


Loving (Hubungan Sosial)
Loving (hubungan sosial) dalam school well being merujuk pada Iklim sekolah, hubungan siswa dengan sesame siswa, siswa dengan guru, dan hubungan sekolah dengan orangtua siswa. Hubungan ini membentuk dinamika hubungan sosial dalam kelompok secara dinamis. Hubungan sosial ini bagi siswa akan membangun diri siswa tentang identitas dirinya dalam lingkungan sosialnya.


Being (Pemenuhan diri)
Sepertinya yang dikemukakan oleh Kony & Rimpela (2002) being dalan iplementasi school well being merupakan usaha yang dilakukan oleh sekolah untuk dapat memberikan pemenuhan diri bagi siswa. Penghilangan diskriminasi tentang anak yang pintar dengan anak yang bodoh merupakan hal yang dapat memberikan keyakinan atas diri siswa tetang bagaimana siswa menghargai dirinya sendiri. Pemberian pengajaran dan pengalaman belajar yang adil dan sesuai dengan bakat dan minat siswa akan memberikan pengalaman positif bagi siswa terhadap dirinya.
Dampaknya, Being atau pemenuhan diri di sekolah, dalam konteks ini siswa dapat meyakini sebagai anggota yang sama pentingnya dari komunitas sekolah. Untuk pemenuhan diri, Konu & Rimpela (2002) memaparkan terdapat  terdapat empat indikator yang dapat dilakukan oleh sekolah, yaitu pemberian bimbingan dan dorongan, peningkatan self-esteem, pengguaan kreativitas, dan penghargaan terhadap siswa.
Simpulan     
Untuk mencapai tujuan Pendidikan nasional dan untuk menapai pemenuhan dasar siswa terhadap dirinya sehingga dirinya memiliki keyakinan yang baik terhadap sekolah, terhadap pembelajatan dan terhadap kebermanfaatan  ilmi pengetahuan, keterampilan , seta intergritas diri yang baik, maka sekolah perlu menumbuhkan dan membangun sekolah yang berorientasi pada well being.


Daftar Pustaka
Konu, Al & Rimpela, T.P. (2002). School well-being grades 4-12. Health Promotion International, Vol 17 (1) 79-87.
Pidarta Made. 1997. Landasan Pendidikan. Jakarta. Rineka Cipta.
Skrzypiec, Grace & Phillip T. Slee. 2016. Well-Being, Positive Peer Relations and Bullyin in School Settings. Australia: Springer
Syam, syahril. 2008. The Secret of Attractor Factor. Jakarta:Gramedia
Timur, M. Alfatih, et. al. 2010. Peranan Social Cognitive Learning dalam School Well being elalui Program Media. Austin. 2010. Beyond Border: communication modernity and history.STIKOM the London school of Public Relation: London School p 263-272