PERAN PENGUATAN DALAM PEMBELAJARAN ANDRAGOGI TERHADAP MOTIVASI PESERTA DIKLAT OLEH WIDYAISWARA

PERAN PENGUATAN DALAM PEMBELAJARAN ANDRAGOGI TERHADAP MOTIVASI PESERTA DIKLAT OLEH WIDYAISWARA

Pendahuluan Pendidikan dan pelatihan (diklat) merupakan salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan kompetensi Aparatur SIpil Negara (ASN). Diklat merupakan investasi yang akan mengantarkan kinerja organisasi menjadi lebih baik. Tentunya ini akan berdampak kepada kinerja pemerintahan untuk menuju birokrasi kelas dunia. Karena diklat adalah sebuah program tersistem, maka untuk mencapai efektivitas pelaksanaannya dipengaruhi oleh banyak unsur. Unsur-unsur kediklatan itu adalah kurikulum, peserta diklat, tenaga pengajaw/widyaiswara, sarana dan prasarana, dan penelola diklat. Keempat unsur tersebut saling berpengaruh dan berintegrasi untuk mewujudkan diklat yang berkualitas. Widyaiswara sebagai salah satu unsur utama dalam pelaksanaan diklat mmegang peran strategis dan penting yang secara langsung berhadapan dengan ASN dan secara langsung berhubungan dengan pencapaian tujuan kediklatan. Tentunya, widyaiswara menjadi ujung tombak dalam mewujudkan ASN yang berkualitas. Maka, peran widyaiswara dalam pelaksanaan proses pembelajaran menjadi suatu hal yang sangat penting. Keberhasilan widyaiswara terletak bagaimana kompetensi peserta diklat setelah mengikuti diklat. Tentunya bukan hanya kompetensi pengetahuan, tetapi juga keompetensi keterampilan dan pengetahuan. Hal yang paling penting adalah bagaimana peserta diklat termotivasi mengimplementasikan semua yang diproleh selama diklat Ketika sudah berada di instansi masing-masing. Oleh karena itu, widyaiswara tidak hanya dituntut mampu menguasai substansi diklat tetapi juga memiliki teknis penyampaian substansi, hingga mampu memberikan keyakinan dan motivasi kepada peserta mayakini materi dan mau mengimplementasikan di instansinya nanti. Salah satu Teknik yang bermanfaat dalam penyampaian substansi diklat adalah pemberian penguatan kepada peserta diklat. Maka dalam makalah ini akan dibahas tentang strategi penguatan dalam pengelolaan pembelajaran Andragogi oleh widyaiswara. Strategi penguatan dalam proses pembelajaran andragogi memiliki kekhasan dibanding dengan penguatan dalam proses pembelajaran pedagogik. Penguatan ini lebih menekankan pada penguatan dalam pemberian motivasi agar menyakini materi diklat untuk diterpkan di instansi masing-masing. Penguatan dalam Proses Pembelajaran Andragogi 1. Penguatan Penguatan berasal dari kata reinforcement yang berarti menambah kekuatan pada sesuatu yang dianggap belum begitu kuat. Penguatan merupakan peran sentral dari teori belajar behaviorisme (Child dalam Kyriacou, 2011). Behaviorisme ditujukan pada tingkah laku individu dan diperkuat untuk menjadi prilaku yang menetap. Dengan adanya penguatan perilaku yang belum baik bahkan yang sudah baik menjadi perilaku yang melebihi dari yang sudah ada. Pemberian penguatan dapat dilakukan dengan pemberian penghargaan yang dilakukan secara tepat baik dalam bentuk lisan ataupun Tindakan fisik. Skiner membagi penguatan menjadi dua kelompok, yaitu penguatan positif dan penguatan negatif (Prayitno, 2009; Kyriacou, 2011). Penguatan positif adalah dilaksanakan dengan cara memberikan hal-hal yang positif berupa pujian, hadiah, atau hal lain yang berharga kepada tingkah laku yang dianggap baik dan agar menjadi perilaku yang menjadi lebih baik dan bersifat menetap. Penguatan negative adalah penguatan dalam bentuk yang menyenangkan bagi penerima penguatan dengan cara mengurangi beban yang selama ini dianggap hukuman atau sesuatu yang tidak menyenangkan dan memberatkan bagi penerima penguatan. Penguatan negative ini penguatnya bersifat positif dalam bentuk pengurangan atas hal-hal yang dirasakan tidak menyenangkan. Penguatan akan menjadi efektif apabila dilaksnakan dengan mempertimbangkan a) penerima penguatan, b) waktu pemberian, c) jenis penguatan, d) cara pemberian penguatan, dan e) sipemberi penguatan. (Prayitno, 2009) 2. Pembelajaran Andragogi Pembelajaran Andragogi seperti yang dikemukakan Pannen dalam Suprijanto ( 2005) berhubungan dengan bagaimana mengarahkan diri sendiri untuk bertanya dan mencari jawabannya. Perbedaannya dengan Pendidikan Pedagogik, bahwa Pendidikan pedagogic berlangsung dalam bentuk indentifikasi dan peniruan, sedangkan Pendidikan Andragogik berlangsung dalam bentuk pengarahan diri sendiri untuk memecahkan masalah. Selanjutnya, Reeves, Fansler dalam Suprijanto ( 2005) Pendidikan Andragogik adalah suatu usaha yang ditujuakn untuk pengembangan diri yang dilakukan oleh individu tanpa paksaan legal, tanpa usaha menjadikan bidang utama kegiatannya. Untuk mengetahui dengan baik tentang pembelajaran Andragogi, maka dapat diketahui ciri-cirinya. Menurut Soedomo (1989), Lunandi (1982), Suprijanto ( 2005) ciri-ciri pembelajaran orang dewasa adalah motivasi belajar berasal dari dirinya sendiri, bermanfaat bagi dirinya, belajar jika pendapatnya dihormati, adanya saling percaya antara widyaiswara dengan dirinya, suasana belajar menyenangkan, ingin mengetahu kelebihan dan kekurangannya, berpusat pada kehiupan nyata, belajar adalah hasil mengalami sesuatu, adanya komunikasi timbal balik, belajar adalah hasil kerja sama, mempunyai pendapat, kecerdasan, dan cara belajar yang berbeda, dan belajar adalah proses evolusi. Dapat dipahami dari defenisi dan ciri-ciri pembelajatran andragogi bahwa pembelajaran dilakukan dengan cara yang tidak bisa diduga, kondisional, serta berorientasi student centere. 3. Peran Penguatan terhadap Penguatan Motivasi Peserta Diklat Efektifitas diklat dapat diukur bagaimana peserta didik dapat menerima dan menyerap pengetahuan yang diterimanya dalam proses pembelajaran, dapat menjadi lebih terampil, dan dari pengetahuan serta keterampilan yang diperoleh akan membentuk sikap/perilaku yang lebih baik. Kompetensi yang holistic dan terintegrasi tersebut diperoleh dari bagaimana pembelajaran dilaksanakan oleh widyaswara. Oleh karena itu, ketika proses pembelajaran berlangsung, widyaiswara perlu memberikan penguatan agar motivasi peserta diklat menjadi lebih baik dan lebih kuat untuk meningkatkan kompetemsinya. Adapun penguatan-penguatan yang diberikan dapat dilaksanakan oleh widyaiswara pada kegiatan-kegiatan berikut. a. Pemberian penguatan positif dilakukan pada saat: 1) Peserta diklat mengeksplorasi pendapatnya tentang suatu permasalahan, maka widyaiswara memberikan penghargaan dengan pujian lisan atau dengan gestur widyaiswara. 2) Peserta diklat mampu membantu permalahan peserta diklat lain atau kelompok lain, maka widyaiswara memberikan tambahan motivasi bagaimana mengatasi solusi lebih efektif dan efesien berdasarkan teori atau pengalaman terbaik lainnya. 3) Peserta diklat beringinan mengubah perilaku dan pola pikirnya sesuai dengan materi yang disampaikan oleh widyaiswara, maka widyaiswara dapat membuka hubungan dan konektivitas untuk membimbing setelah peserta diklat Kembali ke instansi masing-masing. b. Penguatan negatif dilakukan pada saat: 1) Peserta dapat menyelesaikan tugas-tugas sebelum waktu yang diitentukan, maka widyaiswara tidak memberikan tugas kedua, tetapi menjadi pembimbing melalui tutor sebaya terhadap tugas berikutnya. 2) Sebagian peserta diklat belum berani menyampaikan pandangan dan pendapatnya di forum kelas, maka widyaiswara meminta peserta didik mengajukan pertanyaan secara tertulis. Penutup Penguatan adalah unsur penting dalam teori behaviorisme. Dimana penguatan akan membentuk perilaku yang baik menjadi perilaku yang semakin lebih baik. Penguatan adalah salah satu teknik yang harus dikuasai oleh widyaiswara dalam mengelola pembelajaran. Penguatan yang diberikan oleh widyaiswara akan berdampak terhadap motivasi peserta dilat untuk mengikuti apa yang disampaikan oleh widyaiwara bahkan dengan keyakinan akan mengimplementasikan kompetensinya di instansinya. Dalam memberikan penguatan, widyaiswara dapat melakukannya dengan memberikan penguatan positif dan penguatan negatif. Daftar Pustaka Kyriacou, Chris. 2009. Effective Teaching; Theory and Practice. Bandung:Nus Media. Lunandi. A.G. 1982. Pendidikan Orang Dewasa: Sebuah Uraian Praktis untuk Pembimbing, Penatar, Pelatih, dan Penyuluh Lapangan. Jakarta: Gramedia. Prayitno. 2009. Dasar Teori dan Praksis. Jakarta: Grasindo. Soedomo, M. 1989. Pendidikan Luar Sekolah ke Arah Pengembangan Sistem Belajar Masyarakat. Jakarta: Directorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Suprijanto. 2005. Pendidikan Orang Dewasa; dari Teori hingga Aplikasi.