A. Pendahuluan
Pembelajaran bahasa Indonesia dalam Kurikulum 2013 telah memberikan perubahan yang mendasar dalam proses pelaksanaannya. Pembelajaran dilaksanakan tidak menjejalkan tentang konsep kebahasaan tetapi menuntut peserta didik terampil berbahasa pada teks yang dihasilkan sesuai tujuan sosial yang hendak dicapai. Pembelajaran dilaksanakan dengan menekankan pada pembelajaran berbasis teks dengan mensintesiskan tiga pendekatan yaitu, pedagogi genre, saintifik, dan content and language integrated learning (CLIL).
Pendekatan pedagogi genre berawal dari membangun konteks, menelaah model, mengonstruksi terbimbing, dan diakhiri dengan mengonstruksi teks secara mandiri yang dikenal dengan 4M. Pendekatan saintifik merupakan serangkaian kegiatan ilmiah yang memiliki ciri-ciri sistematis, terkontrol, empiris, dan kritis. Dalam proses pembelajaran, pendekatan saintifik dimaknai sebagai pendekatan yang bersifat empiris yang dilakukan secara sistematis, terkontrol, dan kritis dengan kegiatan mengamati, mempertanyakan, mengumpulkan informasi, menalar, dan mengomunikasikan. Kegiatan tersebut dikenal dengan 5M. Sedangkan pendekatan CLIL digunakan untuk memperkaya pembelajaran dengan konten, komunikasi, kognis, dan kultur. Unsur dalam CLIL tersebut dikenal dengan 4C.
Kenyataan di lapangan, masih ada guru dalam pembelajaran bahasa Indonesia belum mengoptimalkan penggunaan ketiga pendekatan tersebut. Untuk itu, dalam artikel ini akan membahas tentang penerapan pendekatan Pedagogi Genre, pendekatan saintifik, dan content and language integrated learning (CLIL) pada pembelajaran bahasa Indonesia.
B. Penerapan Pendekatan Pedagogi Genre, Saintifik, dan CLIL dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia
Pembelajaran bahasa Indonesia dalam Kurikulum 2013 dinyatakan dengan pembelajaran berbasis teks. Dengan paradigma tersebut, memberikan dampak terhadap metode pembelajaran yang dilaksanakan guru. Mahsun (2014) menyatakan, perubahan yang terjadi dalam pembelajaran bahasa Indonesia dengan menempatkan satuan kebahasaan yang menjadi basis materi pembelajaran. Perubahan pada materi membawa dampak terhadap perubahan metode pembelajaran. Teks sebagai satuan bahasa menjadi basis dalam pembelajaran. Ini dilakukan dengan alasan, pertama; melalui teks kemampuan berpikir peserta didik dapat dikembangkan. Kedua, materi pembelajaran berupa teks lebih relevan dengan karakteristik Kurikulum 2013 yang menetapkan capaian kompetensi peserta didik mencakupi tiga ranah pendidikan, yaitu ranah pengetahuan, keterampilan, dan sikap.
Adanya perubahan dalam metode pembelajaran bahasa Indonesia, menuntut guru untuk dapat memahami, bahwa kemampuan berpikir yang mesti dibentuk melalui bahasa adalah kemampuan berpikir sistematis, terkontrol, empiris, dan kritis. Pernyataan ini disebut dengan berpikir metodologis. Ini hanya dapat tercapai melalui pembelajaran teks berdasarkan pendekatan saintifik/ilmiah. Sementara adanya kenyataan, pembelajaran bahasa Indonesia yang dilaksanakan guru belum sepenuhnya berbasis pada pembelajaran teks. Teks dimaknai dalam artian sempit dengan struktur tunggal. Sedangkan dalam kurikulum 2013, konsep teks dalam pembelajaran bahasa Indonesia berstruktur sangat variatif dan heterogen tergantung jenis teks yang dipelajari. Sehingga, pembelajaran teks mampu mengembangkan kemampuan peserta didik.
Kemampuan peserta didik dalam pembelajaran bahasaa Indonesia disamping menggunakan pendekatan saintifik, juga perlu mensinergikan dengan pendekatan pedagogi genre, dan content and language integrated learning (CLIL). Penerapan model ini dilakukan dengan tujuan agar peserta didik mencapai kompetensi berbahasa Indonesia secara optimal. Menurut Yulistio dan Anita Fhitri (2019), penggabungan tiga pendekatan tersebut dapat mengembangkan konsep pedagogical content knowledge, yaitu model yang memadukan antara pemahaman isi materi pembelajaran (content knowledge) dan pemahaman cara mendidik (pedagogical knowledge) yang berbaur menjadi satu. Dengan demikian, pembelajaran bahasa Indonesia yang dilabeli dengan pembelajaran berbasis teks akan dapat diwujudkan melalui tahapan kegiatan yang dilalui pada masing-masing pendekatan.
2. Pendekatan Pedagogi Genre
Pembelajaran bahasa Indonesia berbasis teks dalam Kurikulum 2013 menuntut pendekatan pembelajaran tersendiri. Pendekatan yang dapat melatih keterampilan peserta didik untuk menghasilkan teks sesuai tujuan sosial yang diharapkan. Pendekatan tersebut dikenal dengan pendekatan Pedagogi Genre. Seperti yang dikemukakan Kemdikbud (2016), bahwa tujuan pembelajaran yang bersifat keterampilan dapat menggunakan pendekatan Pedagogi Genre. Pendekatan Pedagogi Genre didasarkan pada siklus belajar-mengajar. Peserta didik belajar melalui bimbingan dan interaksi yang mengutamakan teknik pemodelan teks dan membangun teks secara terbimbing bersama (joint construction) sebelum membuat teks secara mandiri. Dalam pendekatan Pedagogi Genre, bimbingan dan interaksi guru dengan peserta menjadi penting dalam proses pembelajaran.
Proses utama belajar mengajar Pedagogi Genre dikenal sebagai siklus belajar mengajar yang terdiri atas empat tahap.
Pada tahap ini, proses pembelajaran pada setiap teks perlu diawali dengan paparan tentang relevansi dan fungsi materi yang akan dibahas dengan konteks kepentingan para peserta didik, baik di dalam kegiatan pembelajaran maupun kehidupan sehari-harinya secara reseptif maupun produktif. Guru dapat melakukannya dengan metode tanya jawab atau curah pendapat. Tujuannya untuk membantu peserta didik dalam memaknai konteks situasional dan kultural tipe teks yang sedang dipelajari. Menurut Elisah (2015), tahap ini juga dapat dilakukan melalui kegiatan menelaah ulang (review) kandungan pelajaran sebelumnya dengan tanya jawab atau cerita ulang. Guru juga dapat memulai kegiatan dengan menciptakan suatu prakondisi melalui pertanyaan-pertanyaan dalam konteks pengalaman bersama tentang tujuan sosial teks. Artinya, tahapan ini akan dapat terealisasi dengan persiapan perencanaan guru yang totalitas, baik dari segi bahan ajar maupun persediaan media pembelajaran yang mendukung fungsi sosial teks yang akan dibahas.
b. Pemodelan dan dekonstruksi
Menurut Mahsun (2014), terdapat dua kegiatan utama dalam tahapan pemodelan, yaitu membangun konteks dan percontohan teks yang ideal. Pada tahap pemodelan, guru dapat mengenalkan nilai, tujuan sosial, struktur, ciri-ciri bentuk dan ciri-ciri kebahasaan yang menjadi penanda teks yang diajarkan. Wujud kegiatan yang dilakukan guru, yaitu menyajikan model teks itu sendiri, baik itu secara lisan, tertulis, ataupun melalui tayangan. Para peserta didik mengamati model teks tersebut untuk kemudian dimanfaatkan sebagai dasar untuk dimunculkannya sejumlah pertanyaan yang diharapkan relevan dengan Kompetensi Dasar atau tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. Kegiatan ini semacam membongkar dan merakit kembali bangunan teks berdasrkan tingkat pengetahuan peserta didik melalui model yang disajikan.
c. Konstruksi terbimbing
Tahapan ini, guru dan peserta didik membangun kompetensi teks bersama-sama. Menurut Kosasih (2018), tahapan konstruksi terbimbing dapat dilakukan dengan model pembelajaran deduktif ataupun induktif. Deduktif berarti guru memberikan penjelasan langsung tentang konsep, prinsip, dan prosedur di dalam mengidentifikasi, menganalisis, menyimpulkan, ataupun memproduksi teks itu. Induktif berarti guru membimbing siswa untuk melakukan serangkaian kegiatan penemuan, praktik, ataupun proyek terkait dengan KD yang relevan dengan teks.
d. Konstruksi mandiri
Pada tahap ini, peserta didik meproduksi teks (berteks baik tulis maupun lisan) secara mandiri. Kegiatan dapat berupa serangkaian latihan, penugasan, ataupun studi kasus/lapangan, berkaitan dengan KD yang sedang mereka pelajari. Kegiatan ini hendaknya dimulai dari kegiatan yang sederhana menuju pada pembelajaran yang lebih kompleks dengan memanfaatkan kegiatan-kegiatan mereka dalam proses pembelajaran terbimbing.
Tahapan-tahapan yang dilalui peserta didik dalam proses pembelajaran dengan pendekatan pedagogi genre memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk aktif membangun pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Ramadania (2016) menyatakan, pedagogi genre yang dilaksanakan mengajak peserta didik secara aktif untuk mengenal konteks melalui membangun konteks, mendekonstruksi teks beserta nilai dan ciri kebahasaannya melalui kegiatan dekonstruktif dalam tahap pemodelan. Selanjutnya, peserta didik merekonstruksi teks bersama-sama dengan teman atau bantuan guru, dan dilanjutkan dengan pemberian tugas kepada peserta didik untuk membuat teks dengan genre yang sama tetapi topik yang berbeda.
3. Pendekatan Saintifik
Pembelajaran bahasa Indonesia berbasis teks tidak terlepas dari sebuah data, informasi atau fakta untuk menghasilkan teks sesuai dengan fungsi sosial teks yang dihasilkan peserta didik. Untuk itu, menyusun teks merupakan suatu kegiatan yang kompleks yang membutuhkan aktivitas yang teratur (sistematis), terkontrol, empiris, dan kritis. Menurut Mahsun (2014) dengan kegiatan yang kompleks tersebut, penyusunan teks sangat relevan dengan pembelajaran yang menggunakan pendekatan saintifik/ilmiah yang memiliki ciri-ciri sistematis, terkontrol, empiris, dan kritis.
Dengan menggunakan pendekatan saintifik, aktivitas dalam pembelajaran
bahasa Indonesia dilakukan secara sistematis. Kegiatan ini dilalui secara bertahap, terarah, dan terukur. Hal ini dilakukan peserta didik untuk menghasilkan teks dengan tahapan pengumpulan data, analisis data, dan metode penyajian hasil analisis data. Pengumpulan data diperlukan sesuai jenis teks yang dihasilkan karena beberapa jenis teks memiliki wujud data yang berbeda. Perbedaan wujud data tersebut disebabkan oleh perbedaan fungsi atau tujuan sosial teks yang dihasilkan. Kemudian Mahsun (2014) menyatakan, data yang terkumpul dianalisis melalui beberapa kegiatan berikut.
Berdasarkan analisis data di atas dengan menghasilkan wujud berupa teks jenis tertentu, maka tahap selanjutnya adalah menetapkan metode penyajian hasil (pengkomunikasian/pelaporan) dengan tulis dan/atau lisan. Jika secara tertulis, maka ketika teks tersebut sudah berwujud sesuai persyaratan yang ditentukan, penyajian secara tertulis sudah terlaksana. Berbeda halnya jika dilaporkan secara lisan, maka peserta didik harus menyiapakannya dalam bentuk presentasi. Dalam kegiatan presentasi, peserta didik dapat menceritakan mulai dari tahap pengumpulan data, analisis data, dan penyajian analisis.
Adanya ketiga tahapan tersebut menunjukkan proses yang dilakukan secara sistematis atau berurutan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Selanjutnya, kegiatan pada masing-masing tahapan harus dapat dikontrol pelaksanaannya. Pengontrolan kegiatan dilakukan melalui evaluasi hasil pembelajaran. Kapan suatu tahap dapat diakhiri pelaksanaannya dan memulai pelaksanaan tahap berikutnya dalam satu kegiatan ilmiah.
Ciri selanjutnya dalam pendekatan saintifik adalah empiris. Adanya tuntutan pengumpulan data, informasi atau fakta untuk menyusun teks atau struktur tertentu teks menggambarkan bahwa kegiatan tersebut bersifat empiris, karena sudah menjadi ciri bawaan dari teks itu sendiri. Kemudian, kritis sebagai ciri yang terakhir pada pendekatan saintifik. Kritis merupakan sikap peserta didik yang selalu mempertanyakan tentang keabsahan data, informasi, atau fakta dan sumbernya. Di samping itu, peserta didik dengan kritis memperhatikan ketepatan pilihan kata, struktur kalimat, dan penggunaan kata penghubung antar paragraf.
Dengan ciri yang dimiliki pendekatan saintifik, maka dalam proses pembelajaran dapat dimaknai sebagai pendekatan yang bersifat empiris yang dilakukan secara sistematis, terkontrol, dan kritis. Kegiatan tersebut dilakukan dengan langkah 5M (mengamati, mempertanyakan, mengumpulkan data atau informasi, menalar, dan mengomunikasikan). Kegiatan 5M berfungsi untuk mengaktifkan peserta didik dalam mengonstruk konsep, hukum atau prinsip pada pembelajaran yang dilaksanakan.
Adanya penjelasan di atas mepertegas, bahwa pembelajaran bahasa Indonesia dengan pendekatan saintifik bertujuan meningkatkan kemampuan intelek, khususnya kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta didik. Untuk itu, dalam proses pembelajaran diperlukan kompetensi yang dimiliki oleh guru dan peserta didik. Peserta didik dituntut untuk mampu memecahkan masalah dengan kemampuan berpikir tingkat tinggi, sedangkan guru dituntut memiliki kemampuan untuk menerapkan dan mengaktualisasikan pembelajaran bahasa Indonesia sesuai tuntutan kurikulum (dalam hal ini Kurikulum 2013).
4. Pendekatan CLIL
Pendekatan CLIL (Content and Language Integrated Learning) atau pembelajaran terintegrasi isi bahasa yang mengajukan 4C (content, communication, cognition, culture (community/citizenship) sebagai penerapnnya. Menurut Coyle dalam Kemdikbud (2016), bahwa 4C yang masing-masingnya sebagai berikut.
Yulistio dan Anita Fhitri (2019) menyatakan, Pendekatan CLIL digunakan untuk memperkaya pembelajaran dengan prinsip; (a) isi teks berupa model atau tugas bermuatan karakter dan pengembngan wawasan serta kepedulian sebagai warga negara dan warga dunia, (b) unsur kebahasaan kebahasaan (kominikasi) menjadi unsur penting untuk menyatakan berbagai tujuan berbahasa dalam kehidupan, (c) setiap jenis teks memiliki struktur berpikir (kognisi) yang berbeda-beda yang harus disadari peserta didik agar komunikasinya lebih efektif, (d) budaya berbahasa (berkomunikasi) yang berhasil harus melibatkan etika, kesantunan berbahasa, dan budaya (lokal, nasional dan antarbangsa).
Adanya pandangan di atas, memberikan gambaran bahwa CLIL merupakan suatu pendekatan yang tepat digunakan dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Disamping peserta didik memahami materi pembelajaran yang diajarkan, sekaligus memperdalam pemakaian bahasa yang digunakan dalam pembelajaran. Bahasa tidak hanya sebagai media instruksional dalam pembelajaran, tetapi juga sebagai tujuan dari pembelajaran.
C. Kesimpulan
Pembelajaran bahasa Indonesia atau pembelajaran berbasis teks merupakan sintesis dari tiga pendekatran, yaitu pedagogi genre, saintifik dan content and language integrated learning (CLIL). Penerapan ketiga pendekatan tersebut berfungsi mengaktifkan peserta didik untuk dapat berpikir pada tingkat tinggi.
Untuk itu, diharapkan kepada guru mata pelajaran bahasa Indonesia untuk dapat mengoptimalkan penerapan pendekatan pedagogi genre, saintifik dan CLIL dalam pembelajaran yang dilaksanakan sehingga pembelajaran bernasis teks tersebut dapat diwujudkan. Di samping itu, diharapkan kepada kepala madrasah dan pengawas dalam melaksanakan supervisi kepada guru mata pelajaran bahasa Indonesia untuk dapat mencermati perencanaan dan proses pelaksanaan pembelajarannya dengan menggunakan tiga pendekatan, yaitu pendekatan pedagogi genre, saintifik dan CLIL sehingga terealisasinya pembelajaran bahasa Indonesia berbasis teks sebagai tuntutan kurikulum 2013.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Elisah. 2015. Peningkatan Kemampuan Bernegosiasi Lisan Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Genre Pedagogi Siswa Kelas Xi Tkj Smk Negeri 1 Selupu Rejang Kabupaten Rejang Lebong. E-Jurnal: Diksa. Vol. 1 (2), 82-94.
Kemdikbud. 2016. Pedoman Mata Pelajaran Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah/Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan (SMA/MA/SMK/MAK. Jakarta: Kemdikbud.
Kosasih, E. 2018. Pendekatan Berbasis Teks dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Kurikulum 2013. http://digilib.unimed.ac.id/38748/1/2.%20Fulltext.pdf. Diakses Desember 2019.
Mahsun. 2014. Teks dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Kurikulum 2013. Jakarta: Rajawali Pers.
Ramadania, Fajarika. 2016. Konsep Bahasa Berbasis Teks pada Buku Ajar Kurikulum 2013. E-Jurnal Stilistika: Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya. Vol. 1 (2), 224-236.
Yulistio, Didi dan Anita Fhitri. 2019. Peningkatan Kemampuan Menulis Cerpen Menggunakan Model Pembelajaran Pedagogi Genre, Saintifik, Dan Clil (Content And Language Integrated Learning) Pada Siswa Kelas Xi Sman
2 Kota Bengkulu. E-Jurnal Ilmiah: Korpus. Vol III (I), 10-20.
Penulis :
Editor :
Sumber :