Dilema Kaum Marginal Saat Pembelajaran New Normal

Dilema Kaum Marginal Saat Pembelajaran New Normal

Kaum Marginal dengan pembelajaran new normal akan terpinggirkan. Keterbatasan sinyal dan paket data internet menjadikan mereka tersisih dari hiruk-pikuk dunia digital. Sementara, pendidikan adalah hak setiap warga.

Dalam pasal 31 ayat 1 UUD 1945dinyatakan, bahwaa pendidikan adalah hak setiap warga negara Indonesia. Maka bagi peserta didik daerah pelosok dengan keterbatasan sinyal internet, keterbatasan ekonomi, dan akses jalan menjadikan mereka terkucil dari peradaban apalagi dari pelayanan pendidikan yang layak. Mereka tentu tidak menghendaki atau memilih hidup dalam kondisi yang serba terbatas. Walaupun demikian mereka optimis bahwa pendidikan dapat menyelamatkan diri dari kebodohan dan kemiskinan yang sekarang sedang dialami siswa dan keluarganya.      

Pendidikan di Indonesia saat ini masih menjadi salah satu bidang yang terdampak akibat adanya pandemi Covid-19. Penerapan social distancing dan phsycal distancing sebagai faktor utama New Normal sendiri menciptakan permasalahan baru bagi pembelajar dengan kemampuan terbatas di ujung-ujung pelosok negeri. Keterbatasan sinyal dan paket data internet menjadikan mereka tersisih dari hiruk-pikuk dunia digital.

Tuntutan akan kebutuhan hidup yang senantiasa mengalami kenaikan tidak seimbang dengan pemasukan keluarga menjadi problematika pembelajar dalam kondisi normal. Apalagi kondisi pasca pandemic Covid-19 saat ini yang harus memiliki handphone android dengan besarnya paket data. Turunnya daya beli masyarakat, lumpuhnya kegiatan niaga di kota menjadikan arus perputaran barang tersendat hingga nilai jual komoditas menjadi murah. Pedagang dan petani paling terasa dampaknya saat dihadapkan kebutuhan sehari-hari yang mahal bahkan terbatas.  Belum perjuangan mencari sinyal hingga harus terus bergerak menyapu wilayah yang ada sinyal kuat seperti angin. Bantuan sosial selama tiga bulan hanya cukup memenuhi pangan keluarga.

Kondisi ini diperparah dengan buruknya jaringan sinyal internet di daerah pelosok, selain banyaknya paket data yang dihabiskan. Mestinya pemerintah maupun Madrasah dapat menemukan solusi yang tepat bagi para siswa di daerah pelosok. Permasalahan ini bagi banyak siswa menuntut orang tua untuk mengerahkan segala daya upaya membeli handphone android yang katanya smart dan update dengan perkembangan saat ini. Tentu bagi orang tua yang berpenghasilan tetap, hal ini bukanlah menjadi masalah. Lantas, bagi kaum berpenghasilan rendah dengan anak lebih dua orang bagaimana cara cepat untuk memenuhi keinginan agar bisa mengikuti pembelajaran zaman now. Menambah hutang atau menjual beberapa aset-aset lainnya itulah cara yang terpaksa dilakukan demi masa depan putra-putrinya. Bagi yang tidak mampu tentu tersingkir karena tidak dapat berinteraksi dengan guru, mengerjakan tugas. Hai ini, mengakibatkan anak tersisih dari peringkat kelas walaupun ia termasuk siswa yang cerdas.

            Harus ada agent of change yang peduli terhadap nasib bangsa, sehingga dengan kepeduliannya tersebut dapat menemukan solusi tepat. Permasalahan layanan pendidikan di daerah pelosok saat kondisi kenormalan baru di Indonesia hanya dapat diselesaikan dengan kerjasama dari semua pihak, yaitu orang tua, masyarakat, dan sekolah. Harus ada langkah nyata yang dapat memantau bahwa pendidikan dapat diberikan secara layak bagi kaum miskin di daerah pelosok. Barangkali dari mereka ada harapan munculnya generasi hebat dari kaum melarat bukan saja dari kaum ningrat.