Strategi Penyuluhan Produk Halal Bagi Peserta Diklat Pembina Produk Halal
Dra.Hj. Artina Burhan, M.Pd
Abstrak
Makanan merupakan kebutuhan pokok untuk kelangsungan hidup manusia, dalam ajaran Islam untuk memenuhi kebutuhan pokok tersebut diatur sesuai dengan keyakinan agamanya dikenal dengan ”halalan thoiyyibah”, artinya suatu keharusan adanya jaminan kehalalan dan jaminan terpelihara dari produk yang haram.
Jaminan tersebut berada ditangan pemerintah negara Republik Indonesia. Pemerintah berkewajiban memberikan pelayanan berupa jaminan perlindungan kepada umat Islam agar terhindar dari bahaya produk-produk yang haram bahkan syubhat serta memberikan pelayanan bimbingan kepada pemberdayaan umat Islam untuk mengkonsumsi yang halal dan thayyib serta menghindari dari perilaku boros dan berlebih-lebihaan serta di luar kewajaran. Produk halal adalah produk yang memenuhi syarat kehalalan sesuai syariat Islam. Produk itu tidak mengandung babi atau produk-produk yang berasal dari babi, serta tidak menggunakan alkohol sebagai ingredient yang sengaja ditambahkan.
Oleh sebab itu sangat diperlukan strategi yang tepat dalam memberikan penyuluhan, diantara strategi yang ditetapkan Kementerian Agama adalah; -mengoptimalkan keprofesional SDM yang terlibat, -mengoptimalkan koordinasi lintas sektoral, -memanfaatkan teknologi informasi, -meningkatkan peranserta LSM, -pengintegrasian Jaminan Produk Halal dalam interpretasi komprehensif ajaran agama dan nilai-nilai budaya bangsa.
Key Word : Strategi, Produk Halal
I. PENDAHULUAN
Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama Ilmu Pangan, persoalan kehalalalan produk makanan, minuman, kosmetik maupun obat tidak lagi dipandang secara sederhana. Dengan rekayasa genetika dan teknologi pangan saat ini, telah memungkinkan semua yang ada di muka bumi ini dijadikan sebagai bahan baku makanan yang dikonsumsi manusia. Seekor hewan, misalnya, tidak lagi hanya dagingnya yang dapat dimanfaatkan, tetapi juga tulang, kulit, bulu, tanduk bahkan air liurnya dapat direkayasa sedemikian rupa menjadi bahan pangan. Belum lagi masalah produk dan bahan baku makanan import, terutama dari negeri yang penduduknya mayoritas muslim, sekalipun sepintas terlihat berasal dari barang suci dan halal tidak tertutup kemungkinan dalam proses pembuatan penyimpanan, penyajian dan medianya tercampur, menggunakan, atau bersentuhan dengan bahan-bahan yang tidak suci atau haram
Undang-Undang Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan Pasal 2 yang menyebutkan “bahwa pembangunan pangan diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia yang memberikan manfaat secara adil dan merata berdasarkan kemandirian dan tidak bertentangan dengan keyakinan masyarakat”. Ketentuan ini memberikan landasan bahwa bagi konsumen memiliki hak konstitusional untuk memperoleh perlindungan hukum terhadap pangan dan produk lainnya yang sesuai dengan keyakinan agamanya. Bagi konsumen yang beragama Islam pangan yang sesuai dengan keyakinan agamanya berarti jaminanan kehalalan pangan dan jaminanan terpelihara dari produk yang haram menjadi suatu keharusan.
Dalam ajaran Islam, makanan merupakan tolok ukur dari segala cerminan penilain awal yang bisa mempengaruhi berbagai bentuk perilaku seseorang. Makanan bagi umat Islam tidak sekedar pemenuhan kebutuhan secara lahiriah an sich, akan tetapi juga bagian dari kebutuhan spritual yang mutlak dilindungi. Untuk itu ajaran agama Islam memerintahkan umatnya agar memakan dan menggunakan bahan-bahan yang halal thayyib. Dengan demikian halal-haram bukanlah persoalan sederhana yang dapat diabaikan, melainkan masalah yang penting dan mendapat perhatian besar dalam ajaran Islam. Mengkonsumsi makanan yang halal dan thayyib merupakan aktualisasi kualitas pemahaman, penghayatan dan pengamalan ajaran agama yang notabene merupakan salah satu butir arah kebijakan pembangunan bidang agama. Oleh karenanya pemerintah berkewajiban memberikan pelayanan berupa jaminan, perlindungan kepada umat beragama (umat Islam ) terhindar dari bahaya produk-produk yang haram bahkan syubhat serta memberikan pelayanan bimbingan kepada pemberdayaan umat beragama (umat Islam) untuk mengkonsumsi yang halal dan thayyib serta menghindari dari perilaku boros ( israf) dan berlebih-lebihaan (tabzir) serta di luar kewajaran.
Undang-undang nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan juncto Peraturan Pemerintah nomor 69 tahun 1999 tentang Iklan dan Label Pangan telah mengamanatkan kewenangan kepada Departemen Agama ( saat ini menjadi Kementerian Agama ) untuk menyusun Pedoman dan Tata Cara Pemeriksaan Pangan Halal, sebagaimana tercermin dalam Keputusan Menteri Agama nomor 518 tahun 2001 tentang Pedoman dan Tata Cara Pemeriksaan dan Penetapan Pangan Halal dan Keputusan Menteri Agama nomor 519 tahun 2001 tentang Lembaga Pelaksanaan Pemeriksaan Pangan Halal.
Kementerian Agama sebagai institusi yang diberi amanat dan tugas untuk jaminan halal melalui Keputusan Menteri Agama Nomor 3 tahun 2006 tentang Struktur dan Organisasi Departemen Agama juncto KMA nomor 373 tahun 2002 telah mengupayakan kelembagaan jaminan halal menjadi salah satu tugas dan fungsi Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam cq Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah. Oleh karena itu disunlah kebijakan di bidang jaminan produk halal sebagai asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana serta tujuan dalam pelaksanaan jaminan produk halal yang merupakan bagian dari Kebijakan Teknis Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah.
Balai Diklat Keagamaan Padang sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan yang mempunyai tugas melaksanakan pendidikan dan pelatihan tenaga administrasi dan tenaga teknis keagamaan, telah melaksanakan Diklat Pembina Produk Halal dalam wilayah kerja meliputi Provinsi Sumatera Barat, Riau, Jambi dan Kepulauan Riau. Diklat ini adalah salah satu Diklat teknis Keagamaan yang diadakan di Balai Diklat Keagamaan Padang tahun 2013 .
II. PEMBAHASAN
A. Pengertian
1. Strategi Penyuluh
Strategi merupakan langkah-langkah sistematis yang ditempuh dalam melaksanakan kegiatan, guna mendapatkan hasil maksimal yang diharapkan. Ada pula yang menerjemahkan strategi sebagai cara, teknik, taktik untuk mencapai tujuan tertentu.
Badan Litbang Kementerian Agama merumuskan pengertian strategi sebagai uraian yang dapat digunakan oleh organisasi untuk mencapai objektivitas formal dan sasarannya. Sedangkan menurut Wahyu Sumidjo strategi adalah pola respon organisasi terhadap lingkungan.
Penyuluhan berasal dari kata “suluh” yang berarti alat/sumber penerangan. Penyuluh secara formal adalah PNS yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan bimbingan keagamaan dan penyuluhan pembangunan melalui bahasa agama. (Keputusan Menkowasbangpan No 54/Kep.Waspan/9/99 tentang Jabatan Penyuluh Agama dan Angka Kreditnya)
Sedangkan Penyuluhan adalah serangkaian kegiatan yang berupa pemberian informasi dan bimbingan dalam bidang agama dan pembangunan melalui bahasa agama yang mudah dipahami dan mudah dicerna oleh masyarakat.
Dengan demikian strategi pelaksanaan penyuluhan produk halal adalah langkah-langkah sistematis yang ditempuh oleh Penyuluh Agama dalam melaksanakan pembinaan, bimbingan dan penyampaian informasi akan nilai-nilai ajaran agama terutama tentang produk halal dan pembangunan kepada masyarakat, sehingga pemahaman masyarakat akan nilai-nilai ajaran agama Islam tentang penggunaan produk halal semakin baik.
2. Produk Halal
Dalam pengertian luas, produk adalah segala barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu proses sehingga produk berkaitan erat dengan teknologi. Menurut Pasal 1 angka 4 UUPK: Barang adalah setiap benda, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen.
Produk yang memenuhi syarat kehalalan sesuai syariat Islam. Produk itu tidak mengandung babi atau produk-produk yang berasal dari babi, serta tidak menggunakan alkohol sebagai ingredient yang sengaja ditambahkan.
Pemakaian teknologi pada suatu produk, di satu sisi memungkinkan pelaku usaha mampu membuat produk beraneka ragam macam jenis, bentuk, kegunaan, maupun kualitasnya sehingga pemenuhan kebutuhan konsumen dapat terpenuhi lebih luas, lengkap cepat dan menjangkau bagian terbesar lapisan masyarakat. Akan tetapi, di sisi lain penggunaan teknologi memungkinkan dihasilkannya produk yang tidak sesuai dengan persyaratan keamanan, keselamatan, atau kehalalan sehingga menimbulkan kerugian konsumen.
Untuk menghindari kemungkinan adanya ketidak halalan atau haram, maka perlu ditetapkan sistem jaminan halal yang harus dipedomani dalam berproduksi untuk menghasilkan produk yang halal dan thayyib. Untuk menjamin agar produk yang dihasilkan terjamin kehalalannya, maka perlu ada komitmen dari pelaku usaha untuk menyusun, menetapkan dan menerapkan Rencana Sistem Jaminan Produksi Halal (RSJPH). RSJP harus mencakup materi-materi utama. Diantaranya yaitu, pernyataan kebijakan halal, yaitu suatu pernyataan dari pimpinan tertinggi perusahaan yang menunjukkan komitmennya untuk menetapkan dan memelihara standar sistem jaminan produksi halal dalam rangka mencapai produk yang terjamin kehalalannya secara terus menerus. Usaha inilah yang disebut dengan standar halal.
Halal dan Haram
Istilah halal (halal) dalam Alquran berarti yang dibolehkan. Dalam praktik kaum Muslim, kata ini umumnya dapat menunjuk ke segala sesuatu yang layak dan karena itu boleh dilakukan, lebih spesifik dalam wacana legal Muslim, ditetapkan pada aturan yang berkenaan dengan konsumsi makanan dan minuman dan isu-isu terkait.
Medan makanan yang halal dan thayyib sangat luas manfaatnya bagi kehidupan manusia. Alquran telah memberikan sertifikat halal atas seluruh jenis binatang ternak, baik yang jantan maupun betina, baik dagingnya maupun susunya. Selain itu masih banyak makanan halal dan thayyib dari jenis tumbuh-tumbuhan dan benda lainnya baik berupa air, maupun buah-buahan. Demikian juga, makanan yang berasal dari laut, hukum halal sangat luas. Sebagaimana diterangkan dalam surat al-Maidah [5] : 96.
Selain al-Quran sunnah Nabi saw juga ikut berperan menerangkan dan menjelaskan makanan-makanan yang baik dan halal termasuk yang bersumber dari laut.
Kaedah dasar tentang halal sesuatu, termasuk dalam bidang pangan adalah bahwa segala sesuatu yang diciptakan Allah itu adalah halal, terkecuali ada dalil nash (alquran dan hadis yang shahih ) yang mengharamkannya. Prinsip hukum Islam ini dilandaskan pada alquran surat al-Araf [5]: 157 sebagai berikut :
..........“Dan Allah meghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka yang buruk.”
Dalam kaitan menentukan halal dan haram, ada baiknya dikutipkan disini pendapat Ibnu Abidin yang berpendapat: ”Cara yang paling tepat menentukan halal dan haram pada masa sekarang adalah dengan berpegang teguh pada dua prinsip yang disebutkan oleh Baidhawi dalam kitab al-Ushul, keduanya sangat urgen dalam penentuan syara’ yaitu: Prinsip pertama adalah, “Setiap yang bermanfaat pada dasarnya diperbolehkan” Keabsahan pendapat ini didasarkan pada argumen tiga ayat Alquran yang menjelaskan keabsahan manfaat ciptaan Allah, ayat pertama yang terjemahnya: “Allah telah menciptakan bagi kalian apa yang di bumi dan apa yang dilangit”. Ayat kedua: “Katakanlah siapakah yang mengharamkan perhiasan (dari) Allah yang dikeluarkan bagi hamba-hamba-Nya. Kata “zinah” (perhiasan) menunjukkan terhadap adanya indikasi manfaat. Ayat ketiga: “Dihalalkan bagi kalian yang baik-baik”.
Prinsip kedua “ Segala sesuatu yang membahayakan pada dasarnya haram dan dilarang. Prinsip ini didasarkan pada hadis: La dharara wala dhirara fil Islam”. ( tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh membahayakan orang lain)”.
Peraturan Pemerintah Nomor 69 tentang label dan Iklan Pangan Pasal 1 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan pangan halal adalah:
“pangan yang tidak mengandung unsur atau bahan yang haram atau dilarang untuk dikonsumsi umat Islam, baik yang menyangkut bahan baku pangan, bahan bantu dan bahan penolong lainnya termasuk bahan pangan yang diolah melalui proses rekayasa genetika dan iradiasi pangan, dan yang pengolahannya dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum agama Islam”.
Makna dasarnya adalah sesuau yang “terlarang” atau “tabu“ menunjuk ke pembatasan, dan kerapkali menunjuk ke kesucian. Dalam pemikiran hukum, perbuatan yang dinilai haram adalah perbuatan yang terlarang.
3. Pelaku Usaha/Produsen
Produsen sering diartikan sebagai pengusaha yang menghasilkan barang dan jasa. Dalam pengertian ini termasuk di dalamnya pembuat, group, leveransir, dan pengecer profesional, yaitu setiap orang/badan yang ikut serta dalam penyediaan barang dan jasa hingga sampai ke tangan konsumen.
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 1 angka 3 tidak memakai istilah produsen, tetapi memakai istilah lain, yaitu pelaku usaha yang diartikan sebagai berikut :
”Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri, maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi”.
Dalam pengertian ini, termasuklah perusahaan, (korporasi) dalam segala bentuk dan bidang usaha, seperti BUMN, koperasi, dan perusahaan swasta, baik berupa pabrikan, importir, pedagang eceran, distributor, dan seperti seorang produsen.
Sebagai penyelenggara kegiatan usaha, pelaku usaha adalah pihak yang harus bertanggung jawab atas akibat-akibat negatif berupa kerugian yang ditimbulkan terhadap pihak ketiga, yaitu konsumen, sama seperti seorang produsen.
Menurut Pasal 1 angka 2 UUPK yang dimaksud dengan konsumen, yaitu:
”Setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”
Selanjutnya dalam penjelasan Pasal 1 angka UUPK disebutkan bahwa: konsumen yang dimaksud adalah konsumen akhir yang dikenal dalam kepustakaan ekonomi. Oleh karenanya konsumen umumnya diartikan sebagai pemakai terakhir dari produk yang diserahkan kepada mereka oleh pengusaha, yaitu setiap orang yang mendapatkan barang untuk dipakai dan tidak untuk diperdagangkan atau diperjualbelikan lagi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa semua orang adalah konsumen karena membutuhkan barang dan jasa untuk mempertahankan hidupnya sendiri, keluarganya ataupun untuk memelihara/merawat harta bendanya.
B. Strategi Penyuluhan Produk Halal
1. Penjaminan kehalalan produk dan perlindungan masyarakat dan keluarga dari bahaya produk haram (termasuk peraturan perundang-undangan).
2. Optimalisasi pelayanan dan bimbingan Jaminan Produk Halal (JPH) .
3. Penguatan kerjasma lintas sektoral di bidang layanan dan bimbingan jaminan produk halal.
4. Peningkatan peranserta dan keberdayaan masyarakat, LSM , pelaku usaha produk halal.
5. Peningkatan kemampuan/profesionalisme SDM .
6. Pemanfaatan teknologi informasi
7. Peningkatan Kerjasama Inernasional dalam pelaksanaan JPH.
8. Pemberian Penghargaan terhadap pelaku usaha yang memiliki komitmen pelaksanaan JPH.
9. Penyerasian kebijakan dan program JPH dalam implemntasi otonomi daerah.
10. Pengintegrasian JPH dalam interpretasi komprehensif ajaran agama dan nilai-nilai budaya bangsa.
11. Pengembangan jejaring dan kemitraan JPH di tingkat nasional dan internasional.
Sebagai penjabaran dan opersionalisasi strategi dan kebijakan dirumuskan program dan
kegiatan pokok . Program-program tersebut adalah :
a. Program pengembangan dan keserasian kebijakan di bidang layanan dan bimbingan JPH.
Tujuan program ini adalah untuk mewujudkan keserasian berbagai kebijakan layanan dan bimbingan JPH.
Sasaran program adalah : (i) terumuskannya dan terlaksananya kebijakan layanan dan bimbingan JPH. Yang ditujukan bagi peningkatan jaminan dan bimbingan produk halal. (ii) terumuskannya dan terlaksananya kebijakan layanan dan bimbingan JPH yang serasi antara kebijakan JPH di tingkat nasional dan kebijakan JPH di daerah.
Kegiatan Pokok yang akan dilakukan nelalui program ini adalah :
1) Penyusuan peraturan perundang-undangan ( RUU JPH, RPP JPH, Penyempurnaan KMA 518/519 tahun 2001.
2) Penyempurnaan Piagam Kerjasama Menteri Kesehatan, Menteri Agama, dan MUI).
a) Koordinasi perencanaan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan, program dan
kegiatan JPH.
b) Pengkajian dan pengembangan program JPH.
c) Sosialiasi UU JPH
d) Pengembangan sistem dan jejaring layanan dan bimbingan JPH .
e) Penyusunan Standar Halal Indonesia (SHI )
b. Program Peningkatan Kualitas Layanan dan Bimbingan /pembinaan JPH.
Tujuan program ini adalah untuk meningkatkan layanan dan bimbingan JPH bagi masyarakat (konsumen yang beragama Islam) dan keluarga yang merupakan basis terbentuknya generasi sekarang dan masa datang.
Sasaran program ini adalah meningkatnya kualitas layanan dan bimbingan JPH.
Kegiatan pokok yang dilaksanakan adalah :
a) Fasilitasi pelaksanaan pencantuman label halal pada produk;
b) Penyuluhan JPH di kalangan Pelaku usaha hotel, rumah makan, warung
sederhana, pelajar cinta halal, di lingkup nasional, propisni dan kabupaten/kota.
c) Fasiliasitasi Talk shaw Produk halal di media elektronik;
d) Fasilitsai direktori produk halal nasional dan lokal (propinsi dan daerah
kabupaten/kota).
e) Fasilitasi buku-buku, leaflet, brosur JPH ( penyembelihan hewan halal, fatwa
produk halal, khutbah setahun tentang Produk halal, CD melacak Jaminan
Produk Halal,).
f) Fasilitasi orientasi JPH bagi tenaga Penyembelih;
g) Fasilitasi opersional Laboratorium halal
h) Fasilitasi tersedianya data dan informasi JPH dalam berbagai bidang .
website tentang produk halal : www.bimasislam.go.id
c. Peningkatan peranserta masyarakat dan pemampuan Kelembagaan JPH serta
Pelaku Usaha Kecil.
Tujuan program ini adalah untuk meningkatkan peranserta dan kemandirian masyarakat dan lembag-lembaga yang memiliki visi komitmen jaminan dan perluman produk halal bagi masyarakat (konsmuen yang beragama Islam dan keluarga.; memperkuat peran aktif masyarakat dalam upaya jamiman dan perlundungan masyarakat (konsumen yang beragama Islam dan keluarga) dalam mengkonsumsi produk yang halal dan thayyaib serta terhindar dari bahaya produk yang haram maupun syubhat serta perilaku boros berlebih-lebihan serta di luar kewajaran dalam mengkonsumsi.
Sasaran program ini adalah :
· Meningkatnya partisipasi dan peran aktif masyarakat dalam JPH, terwujudnya
kesadaran JPH pada seluruh lapisan masyarakat;
· Meningkatnya peran, kualitas dan kemnadirian lembaga-lembaga/pelaku usaha kecil yang memiliki visi komitmen JPH.
Kagiatan pokok yang akan dilakukan :
· KIE mengenai kesadaran mengkonsumi produk halal.
· Pembentukan dan peningkatan forum Kerja Penyuluhan, pengendalian dan pengawasan JPH.
· Pengembangan kemitraan antara pemerintah dengan masyarakat dan LSM yang
· memiliki visi JPH.
· Peningkatan kesadaran dan partisipasi masyarakat media dalam mewujudkan JPH.
· Penguatan Kerjasama Lintas Sektoral JPH
· Fasilitasi Pembentukan UPT dan Standarisasi Lab Halal.
· Bantuan Sertifikasi Halal bagi Usaha Kecil.
d. Program Peningkatan Sumber Daya Manusia , Sarana dan Prasarana;
Programa ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya sarana dan prasarana dan kepustakaan , anggaran dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi layanan dan bimbingan JPH.
Sasaran program ini adalah meningkatnya pendidikan dan latihan, pendanaan, pengembangan sistem dan prosedur dan kerjasama luar negeri.
Kegiatan pokok yang dilaksanakan adalah :
· Pendidikan dan pelatihan SDM JPH ( pembina produk halal, laboran , auditor internal halal pada perusahaan, auditor halal .
· Pendanaan untuk program layanan dan bimbingan JPH.
· Penyediaan bahan-bahan kimia pengujian lab halal.
· Penyediaan kepustakaan layaan da bimbingan JPH.
· Kerjasama Luar negeri (pertemuan Mabims , IMT GT, OKI ).
· Fasilitasi dan advokasi Halal expo dalam dan luar negeri.
· Pertemuan Halal Internasional.
III. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian diatas, penulis menyimpulkan bahwa strategi pelaksanaan penyuluhan produk halal adalah langkah-langkah sistematis yang dipakai oleh Penyuluh dalam memberikan penyuluhan kepada masyarakat. Sebagai operasional dari strategis tersebut disusunlah beberapa program kegiatan dibidang kebijakan. dibidang layanan dan bimbingan Jaminan Produk Halal, dibidang kualitas layanan dan bimbingan, dibidang peranserta masyarakat dan kelembagaan, dibidang peningkatan Sumber Daya Manusia, sarana dan prasarana. Dengan penerapan program tersebut diharapkan masyarakat terhindar dari bahaya makanan yang haram dan yang syubhat.
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, (2003) Modul Pelatihan Auditor Internal Halal, Jakarta.
----------------,(2000), Himpunan Peraturan tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Agama dan Angka Kreditnya, Jakarta,
---------------,(2003) Petunjuk Teknis pelaksanaan Jabatan Fungsional Penyuluh Agama dan Angka Kreditnya, Jakarta,
--------------,(2003) Modul Pelatihan Auditor Internal Halal, Jakarta.
--------------, (2003), Tanya Jawab Seputar Produksi Halal, Jakarta,
-----------------, (2003), Pedoman Fatua Produk Halal, Jakarta